Rabu, 07 Mei 2008

Naskah buku menguak (penggalan) latar belakang

Sepatah kata dari penulis

Assalamu’alaikum Warohmatullahi, Wabarokatuh

Manifestasi dari sikap iman yang baik dan benar - dimana dalam konsekuensi sikap iman ini memberikan penegasan kepada segenap umat manusia untuk mengatakan atau berbicara tentang kebenaran walaupun hanya sepatah dua kata, mengingatkan saya bahwa dalam membahas permasalahan seperti ini saya harus ada dalam wilayah bonum publicum.

Ada satu hal yang perlu saya garis bawahi tentang buku ini bahwa buku ini tidak berada dalam kerangka filsafat gnostic tetapi berada dalam kerangka moral umum Kristologi ; dimana Kristologi telah menjadi antropologi yang transendental dan antropologi sudah menjadi kristologi yang tidak sempurna untuk dikaji lagi secara lebih luas dan mendalam .

Sehubungan dengan Kristologi - antropologi yang transendental dan atropologi adalah kristologi yang tidak sempurna, maka yang perlu diperhatikan - berkaitan dengan persoalan ini adalah: Antropology transendental, yakni analisis filosofis – theologies atas manusia. Secara filosofis, manusia adalah keterbukaan terhadap ada serta keseluruhan.

Dalam keadaan yang kongkret, Dia sudah selalu sedang menunjukan dirinya dengan berusaha mengaktualisasikan dirinya, melampaui dirinya didunia, dan terarah kepada Allah. Mengapa ? Karena manusia itu tidak pernah ada disana atau ada begitu saja atau ada secara kebetulan. Dia adalah potentia oboedientialis, yakni potensi dari dalam bentuk terbuka, terarah dan mendengarkan firman Allah. Potensi ini identik dengan eksistensinya. Secara teologis, manusia adalah makluk yang diciptakan oleh Allah dengan akhibat bahwa dia ditentukan untuk mencari dan menanggapi Allah yang mengkomunikasikan atau mewahyukan diriNya sendiri secara penuh kedalam sejarah manusia.

Sebab eksistensi merupakan bagian ontologis kodrat manusia, sesuatu yang ada disana dan tentangnya kita semua tidak punya pilihan seperti kesejarahaan, ketergantungan, ada didunia, dan lain lain. Eksitensiel (eksistensi ?) menunjuk pada aktualisasi dari sesuatu yang sudah ada disana. Eksistensi manusia yang hakiki itu selalu ditetapkan atau di konstitusikan secara historis dan dengan demikian selalu berada dalam konfrontasi atau berhadapan dengan agama apapun baik sebagai rahmat maupun sebagai warta yang historis. Mustahil manusia memahami dirinya sendiri tanpa kaitan dengan pengalaman historis.

Pemahaman diri ini sebenarnya menunjukan bahwa dia adalah mahluk yang transenden, ‘terbuka’ dan ‘terarah’ pada ‘ada secara keseluruhan’. Keterarahan ini bersifat hakiki dan membuatnya ‘menjadi pribadi’. Dalam konteks ini, Islam dan Kristen memiliki persamaan.

Berdasarkan analisis filosofis-theologis tersebut kita dapat melihat bahwa hakekat manusia sebagai “roh yang berada didunia sekaligus sang pendengar atau penanti sabda”. Dalam konteks ini manusia dipahami sebagai mahluk yang – dalam setiap realisasi eksistensinya seperti aktivitas mengetahui dan bertindak bebas – sudah senantiasa mencari, merindukan, membutuhkan penyelamat dalam sejarah. Situasi eksistensial umat

manusia adalah berada dalam keadaan menanti atau mengantisipasi penyelamat mutlak.

Persoalan kristologi seperti ini timbul karena tiga faktor yaitu : 1. Pluralisme keyakinan, 2. kesadaran akan sejarah dan 3. konsep atau bahasa teologis yang kaku. Pertama : Pluralisme keyakinan. Hal ini berkaitan dengan kesadaran manusia modern akan dirinya sendiri sebagai subyek yang otonom, bebas dan bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Dalam suasana itu, akal budi merupakan tolak ukur dan pengadilan tertinggi untuk menerima atau menolak apa yang diterima manusia baik dari segi tradisi maupun dari sejarah masyarakatnya. Kesanggupan akal budi dalam memecahkan masalah kehidupan dijunjung tinggi. Kesadaran yang demikian membuat agama dilihat sebagai hambatan bagi kebebasan individu dan tidak lagi menjadi satu satunya jaminan atau jawaban atas persoalan persoalan hidupnya.

Kedua : Kesadaran akan sejarah. Hal ini akan menyata dalam pendapat bahwa sesuatu yang historis tidaklah bersifat mutlak atau abadi. Waktu kini dilihat sebagai sesuatu yang langka, tak terulangi dan bergerak terus. Maka, peristiwa-peristiwa yang berlangsung dalam waktu yang bersifat kontingen, tidak niscaya dan karena itu, tidak perlu selalu menentukan hidup saya. Saya misalnya, dapat mengetahui peristiwa historis Yesus Kristus, namun tidak berarti bahwa peristiwa itu menyangkut makna terdalam dari seluruh kehidupan saya. Dalam suasana seperti itu, peristiwa historis Yesus tidak lebih dari mitology.

Ketiga : Konsep konsep Teologis yang kaku. Hampir semua orang kristiani menerima begitu saja rumusan rumusan iman yang diajarkan oleh katekismus resmi gereja, tanpa mengerti maksud dan maknanya. Kenyataan ini menimbulkan keterpisahan atau keterpecahan antara rumusan - rumusan iman resmi gereja dengan pengalaman kongkret sehari hari.

Dalam kebagusan konsep ini muncul pertanyaan serius : Manakah struktur dasar eksistensi manusia yang memungkinkan dia mendengar, menanggapi dan mengakui sabda Allah itu didunia atau sejarah ? Nec ridere Nec flere, Nec laudara sed intelligere !!

Mungkin terlalu filosofis pertanyaan dasariah ini. kan tetapi sudah seharusnya pertanyaan diatas ini dipersoalkan. sebab sublimasi kasus dan pertanyaan dasariah ini berada dalam etik filsafat dan etik teologis.

Memang Filsafat dan teologi berbeda. Tetapi tidak berarti bahwa kedua aspek ini tidak berhubungan satu sama lain. Filsafat menjadi teologi fundamental dimana kita merefleksikan perihal eksistensi keimanan kita dan pendasaran-pendasarannya. Maka, kesatuan filsafat dan teologi bermaksud menunjukan : pertama – eksistensi sebagai pertanyaan universal ; kedua – keterkaitan antara dimensi transendental dan histories didalam diri manusia yang memungkinkan penerimaannya akan Hidayah dari Allah SWT.

Transendental disini menunjuk pada dua hal yakni : filsafat transendental dan filsafat mengenai transendensi diri. Yang dimaksud dengan filsafat transendental adalah filsafat yang menyelidiki kondisi kondisi kemungkinan suatu tindakan pemahaman dan

pengetahuan. Kondisi kondisi tersebut merupakan struktur yang niscaya dan tak terhindarkan dari subyek yang mengetahui. Obyek obyek pengalamannya menjadi mungkin karena ada struktur tersebut.

Yang dimaksud dengan filsafat mengenai transendensi adalah refleksi atas pengalaman transendental yakni pengalaman akan keterbukaan atau transendensi dimana struktur pengalaman menjadi subyek dan karena itu struktur terakhir dari semua obyek pengetahuan kategorial hadir bersama dan dalam identitasnya.

Pengalaman transendensi ini tidak selalu disadari secara tegas. Ada tiga alasan orang mudah mengabaikan pengalaman transendental (transendensi) dirinya : yaitu kebanalan dan kenaifan ( tidak usah merefleksikannya karena lebih masuk akal untuk tidak memusingkan diri), kekecutan atau ketidak sanggupan lantaran mengelak untuk menghadapi pertanyaan pertanyaan terakhir, dan keterlibatan tanpa harapan diwilayah kategorial manusia yang mencapai puncaknya dalam pengakuan bahwa semua itu tidak bermakna.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa salah satu ciri utama dari kebudayaan modern ialah menjadi sentral kedudukan manusia ditengah tengah kosmos ini. Dengan kemampuan berefleksi secara kristis manusia kini menjadi subyek yang dapat menguasai alam, subyek yang menentukan perkembangan sejarah, tetapi terutama juga subyek moral yang otonom dan bebas. Akal budi menjadi tolak ukur yang menetukan apa yang baik dan buruk, apa yang sebaiknya dikerjakan atau sebaliknya diabaikan. Segala macam otoritas diluar dirinya dipertanyakan dan diuji juga secara kritis oleh akal budi manusia sebagai subyek. Dihadapan tahta pengadilan akal budi ini, otoritas lama yaitu gereja gugur.

Tetapi tidak hanya itu. Pemahaman diri secara baru sebagai pusat kosmos, sebagai subyek yang menentukan sejarah dan subyek moral yang otonom pada prinsipnya menolak segala macam perintah, aturan, yang berasal dari instansi asing diluar dirinya sendiri. Termasuk dalam instansi asing itu akhirnya Allah SWT sendiri yang selama ini dipandang sebagai instansi asing tertinggi. Pendek kata ; “dengan modernitas , kebenaran wahyu diuji dihadapan rasionalitas, legitimasi kekuasaan dipersoalkan melalui kritik, dan

kesahihan tradisi dipertanyakan berdasarkan harapan akan masa depan yang lebih baik.

Sehubungan dengan semua persoalan diatas, maka materi perbandingan teologis dua agama yang berbeda ini hanya bersifat pemaparan data dengan sedikit analisis. Dalam kesempatan ini saya memaparkan beberapa rumusan tentang konsep dogma Gereja Kristen / Katolik dan pertentangan-pertentangannya, Keotentikan Kitab Suci, sumber teologi gereja, dan misteri penyaliban Yesus, tentunya disertai defenisi apa itu Kristen dan apa itu Katolik.

Demikian juga halnya dengan pembahasan tentang Islam. Pembahasan tentang Islam juga hanya dari beberapa aspek saja yaitu : Defenisi Islam, sumber teologi Islam, sejarah turunnya Al-Qur’an, pengumpulan naskah Al-Qur’an dan sedikit tentang riwayat hidup Muhammad SAW.

Saya berharap, semoga buku ini bermanfaat buat pencari-pencari kebenaran dan saya berdoa semoga Allah SWT menunjukan jalan yang benar dan lurus untuk kita semua. Amen.

DEDIKASI

Puji serta syukur atas segala ni’mat kasih dan karunia dari Allah SWT yang telah memberikan aku suatu ‘diri’ yang baru untuk kehidupan ‘yang lebih baru’ dalam menapaki sebuah determinasiatas atas kehidupan lain sesudah kematian ragawi, sebagaimana halnya dengan janji-Nya dalam kebajikan teologis, terutama dalam nilai eskatologis dalam Surah-surah yang diturunkan di Mekkah, yaitu janji selamat untuk penganut – penganutNya dan celaka untuk penentang- penentang Nya.

Ungkapan terimakasih yang sedalam dalamnya saya tujukan kepada bang S.M.Amien Kelly (Karni) dan keluarga, Bapa H. Nuzly Arismal dan Keluarga, Dr Fuad Bawazier dan keluarga, Bp Adi Sasono dan keluarga, KH Syuhada Bahri Lc, KH Kholil Ridwan Lc, bang Zunaidy T Sutan Nurdin dan keluarga, bang Amlir Syaifa Yasin, Mas Adi Sulthani M.A, Dr Rifyal Ka’bah. M.A., KH Maryadi M.Kewang, KH Abdul Rozak, KH Wahid Alwi Lc,Bang Tamsil Linrung dan keluarga, Bang dr Hariman Siregar, Ir Zainal Muhamad Saleh Mekotonda dan keluarga, Bp Joharudin Husein, sdr Suhendrawan dan keluarga, Yusuf Fajar dan keluarga singkatnya keluarga besar Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia dan semua pihak yang begitu rela dan ikhlas membantu saya dalam

mengenal diriku kembali.

Kiranya Kasih karunia Allah SWT selalu menuntun dan mengayomi langkah kita semua didalam mencari hadirat-Nya, dan semoga amal baiknya mendapat pahala yang berlipat ganda. Amien.

Jakarta 14 Juni 2007.

BAB I.

PENDAHULUAN.

A. Latar Belakang Masalah.

Membaca dan menyimak apolloge Dr. Anis A. Shoros M.div yang berjudul : Kebenaran di Ungkapkan, Pandangan seorang arab Kristen tentang Islam – hasil perdebatannya dengan Ahmad Deedat di Birmingham (gedung Royal Albert Hall) November 1984, dan kemudian diterbitkan dalam edisi bahasa Indonesia oleh Yayasan Kerja Philia jakarta 1994, perlu untuk disikapi,mengingat bahwa semua point tentang kebenaran Islam di hilangkan dengan pemahaman yang menyimpang sebagaimana halnya dengan para penghujat Islam dalam membenarkan ajaran agamanya.

Dalam apollogi tersebut, Dr Anis. A. Shoros. M.div menegaskan bahwa Islam (Al-Qur’an) adalah rekayasa Muhammad yang terbesar dalam sejarah. Adapun petikan dari penegasan Shoros adalah sebagai berikut :

  • Ajaran ajaran Al Qur’an mengenai Allah, penciptaan alam semesta, Adam dan Hawa, dosa kejatuhan manusia,malaikat –malaikat, Sorga, Neraka, Abraham, Musa, suku Ibrani dan nabi-nabi telah diungkapkan dalam kitab Perjanjian Lama. Tidak ada sesuatu yang baru yang ditambahkan Muhammad. Mungkin beberapa dari padanya memang baru pada para pengikutnya, tetapi bagi Yahudi dan kristen mengetahui jauh lebih banyak dari kitab suci mereka.
  • Bagaimanapun juga, wahyu-wahyu Muhammad tidak lebih ulung daripada wahyu-wahyu yang diberikan nabi-nabi pendahulunya dan juga mereka tidak dapat memberikan bukti bukti solid tentang adanya wahyu Illahi yang baru. Semua kebenaran kebenaran tersebut diatas dan banyak lagi kebenaran lainnya, telah diungkapkan dan diajarkan berabad abad sebelum muhammad itu lahir.
  • Salah satu keterangan yang membingungkan dalam Al-Qur’an, memang dapat ditafsirkan sebagai wahyu walaupun tidak bersifat illahi yaitu mengenai pernyataan Al-Qur’an yang mengandung arti bahwa Alexander Agung dari Makedonia adalah salah seorang Nabi (Al-Kahfi 18 ; 83-100). Bagaimana mungkin seorang jenderal yang tidak mengenal Tuhan yang kematiannya diakhibatkan kesenangannya berpesta pora dan mabuk-mabukan pada umur 33 tahun pernah menjadi nabi Allah Yang Maha Kuasa.

Selain dari-pada itu Muhammad dalam mengajarkan wahyunya bergantung pada Kitab Perjanjian lama Kristen, yang telah ada ribuan tahun tersebut. Dr Anis Shoros menambahkan :

  • Sekiranya Islam dapat menelusuri asal mulanya dan nubuatan (ramalan) nya dari semenjak zama Ibrahim, maka kita seharusnya menemukan referensi tentang Allah,Muhammad, Mekkah, batu hitam Ka’bah serta upacara praktek Islam lainnya didalam kitab Perjanjian Lama .

Permasalahan tentang ayat ayat kitab suci Al-Qur’an, Anis Shoros mengatakan bahwa :

  • Banyak sekali terdapat ayat dalam Al-Qur’an disebut, yang di ‘ilhamkan’, yang telah terbukti asal usulnya dari kitab Perjanjian Lama, yang telah ada lebih dari seribu tahun sebelum nabi dari Arab itu lahir. Walaupun ayat-ayat Al-Qur’an dan Kitab Perjanjian Lama itu tidak sama akan tetapi cukup ‘serupa’ yang hal ini membuktikan ketergantungan Muhammad pada ajaran Kitab Perjanjian Lama untuk wahyunya.

Lebih lanjut Anis Shoros mengatakan bahwa :

  • Setiap pembaca Al-Qur’an yang mengenal Perjanjian Lama akan menemukan bahwa nama nama orang dan kejadian kejadian dalam kitab Perjanjian Lama serta nama nabi-nabi, benar- benar disalin kedalam Al-Qur’an, namun kisah kisah dalam Al-Qur’an sering berputar-putar dan membingungkan. Muhammad pasti telah mendengar kisah kisah ini dari teman-temannya orang Yahudi di Madinah, dimana dia tinggal pada waktu dia telah menerima hampir seluruh wahyu yang menjadi isi Al-Qur’an.
  • Isterinya yang pertama Khadijah, mempunyai latar belakang kristen. Isterinya yang ketujuh, Raihana, dan kesembilan Safiyyah adalah perempuan Yahudi. Isteri

kedelapan Mariam, adalah pemeluk bagian sekte Kristen.Tak diragukan lagi bahwa mereka telah membicarakan buku buku Perjanjian Lama dan Baru, drama dan ceritera Nubuatan.

  • Al-Qur’an mengambil nama-nama berikut dari Perjanjian Lama dari duapuluh delapan Nabi-nabi : Adam, Nuh, Abraham, Musa, Ishak, Yakub, Ismail, Yusuf, Daud, Sulaiman,Eliyah dan Yunus. (bandingkan kitab kejadian 4 ;1-16 dan Surah Al-Maidah 5 ; 27-32)
  • Waraq ibn Nofal, adalah salah satu paman nabi yang bertugas untuk menerjemahkan bagian-bagian Kitab Perjanjian Lama untuk mempengaruhi Muhammad dan wahyunya, karena salah seorang pamannya ini penganut Kristen Nestorian dan penerjemah Al Kitab. Demikian pula halnya dengan Khadijah, isteri pertama nabi Muhammad,yang juga adalah Kristen Nestorian. Dari semua permasalahan diatas ini maka akan lebih pantas disimpulkan bahwa : “ Islam bertumbuh dari kedewasaan politheisme dan budaya animisme yang dianut oleh suku Muhammad” .

Dr. Anis A shoros menegaskan dalam kesimpulannya sebagai berikut:

  • Al-Qur’an itu bukan firman Allah yang harus diimani, karena hanya satu agama dan kitab yang benar yaitu Agama Kristen dan Kitab – kitab Kristen. Jikalau Islam menolak atau membantah kenyataan ini, Islam harus bias membuktikan bahwa Al-kitab Kristen itu bukan firman Tuhan.

B. Maksud dan Tujuan

Melihat latar belakang permasalahan ini, saya merasa terpanggil untuk menyikapinya, tentunya dengan kepala dingin yang disertai dengan suatu rasa yang penuh tanggung jawab kepada saudara saudara sekalian (umat Islam), dimana dalam rasa tanggung jawab ini memberikan suatu arahan kepada diri saya atas “ fides quaerenes intellectum ”.

Adapun maksud atau tujuan saya menyikapi permasalahan ini adalah sebagai berikut;

1. Membentengi ummat dari dekadensi moral iman Islamiyah.

2. Ummat dapat memiliki sikap kritis, yang mana sikap kritis ini mendasari keterbukaan, karena merupakan kelanjutan sikap pemutlakan yang ditujukan hanya kepada Allah SWT dan penisbian segala sesuatu selain Allah SWT.

3. Umat ikut bertanggung jawab dengan dirinya sendiri,yang mengikuti segala sesuatu dengan metode ilmu.

4. Membuka ruang audiens dengan pemikir pemikir gereja dengan cara yang elegan.

5. Membuktikan bahwa ‘hanya Islam yang benar dengan sendirinya’ sebagaimana klaim logisnya sebagai korektor terhadap Kristen dan Yahudi.

C. Metodologi penulisan

Metodologi dalam penulisan buku ini adalah “Humaniora dalam aspek jurnalistik”, dimana inti dari penekanan dari metode ini adalah kedewasaan pikiran dan analisa.

Latar belakang saya memilih metode ini adalah melihat dampak psikososial perjalanan da’wah yang semakin pincang dimana umat menerima dogma-dogma kebenaran agama yang bukan dikarenakan kreatifitas daya nalar, melainkan oleh dotrin, lebih tepatnya saya bilang indoktrinasi.

Harapan saya dalam memilih metode ini adalah ; kiranya umat mampu dan siap menghadapi era keterbukaan dengan perwujudan iman Islamiyahnya.

Tidak ada komentar: